SUKABATAM.com – Protes penduduk terkait penutupan jalur domisili ke sejumlah sekolah negeri di Tangerang Selatan (Tangsel) kembali memanas. Dalam beberapa waktu terakhir, penduduk dari beberapa RW di wilayah tersebut turun ke jalan memprotes aturan zonasi yang dinilai tidak adil. Mereka merasa proses penerimaan siswa baru berdasarkan zonasi ini tidak mempertimbangkan jeda yang sesungguhnya antara tempat tinggal mereka dengan lokasi sekolah.
Protes Warga Terhadap Kebijakan Zonasi
Masyarakat sekeliling mengeluhkan bahwa kebijakan zonasi ketika ini malah mempersulit mereka buat mendapatkan akses pendidikan di sekolah negeri terdekat. “Kami sudah tiga kali mencoba dialog dengan pihak terkait untuk mencari solusi, tetapi tidak ada kemajuan berarti,” ujar salah satu perwakilan penduduk. Mereka mengaku kecewa dengan respons pemerintah yang dianggap lama dalam menyikapi keluhan ini.
Situasi kian memanas ketika warga memblokir jalan menuju dua sekolah negeri di Tangsel sebagai bentuk protes. Penduduk merasa tak punya pilihan lain karena komunikasi mereka dengan pihak berwenang tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Aksi pemblokiran ini akhirnya memicu pihak Satpol PP untuk turun tangan guna membuka kembali akses yang tertutup. Namun, usaha tersebut malah memicu ketegangan lebih terus di lapangan karena warga berusaha menghadang petugas yang berusaha membongkar portal penghalang jalan.
Respons Pihak Sekolah dan Pemerintah
Fana itu, dari pihak sekolah, mereka merasa terjepit di antara keinginan penduduk dan peraturan pemerintah yang harus mereka patuhi. “Kami memahami keresahan masyarakat, namun kebijakan ini datang dari pemerintah pusat. Sekolah tidak mempunyai wewenang untuk mengubah aturan zonasi,” ujar salah seorang kepala sekolah yang enggan disebutkan namanya.
Pemerintah daerah setempat telah berjanji untuk meninjau ulang kebijakan zonasi di wilayah Tangsel ini agar lebih adil dan sesuai dengan kondisi lapangan. “Kami tidak ingin ada pihak yang merasa dirugikan. Karenanya, evaluasi menyeluruh akan dilakukan,” ujar salah satu pejabat dinas pendidikan. Meski demikian, banyak penduduk yang skeptis dengan janji tersebut lantaran mereka sudah beberapa kali mendengar janji serupa tetapi belum memandang hasil yang konkret.
Dengan kurangnya komunikasi yang efektif dan ketidakpuasan masyarakat terhadap penanganan masalah ini, situasi seperti ini dapat berlarut-larut dan memberikan efek panjang terhadap proses pendidikan di daerah tersebut. Pemerintah dan pihak terkait diharapkan mampu segera menemukan solusi terbaik demi kepentingan pendidikan dan keharmonisan di masyarakat.